WELCOME TO EDY JUNIAWAN FOR EDUCATION

MARI BERSAMA MENCERDASKAN ANAK BANGSA!

Cari Blog Ini

Kamis, 03 Juni 2010

TAYANGAN TV YANG TIDAK EDUCATIF

TAYANGAN TV YANG TIDAK EDUCATIF

Di era globalisasi saat ini, dunia dikatakan tanpa batas. Segala sesuatu dapat kita akses dengan mudah tanpa membutuhkan waktu lama dan biaya mahal. Semua yang dinginkan hampir telah tersedia, termasuk salah satunya adalah kebutuhan akan layanan informasi. Informasi tersebut diperoleh melalui berbagai media elektornik maupun media massa.

Media informasi yang paling pesat mengalami perkembanngan adalah media elektronik, beragam jenis media elektronik beredar di masyarakat misalnya, radio, TV, Internet, HP, dan bentuk elektronik lainnya yang kian menjamur.

Televisi salah satu media informasi yang kita perlukan, seakan televisi hampir sama kedudukannya dengan pakaian, makanan, atau pun rumah. Tanpa televisi di rumah, kita seakan buta tanpa bisa melihat perkembangan informasi.

Namun perlu diketahui bahwa televisi disamping memiliki peranan yang penting dalam kehidupan, juga berdampak negatif bagi penontonya. Banyak ditemukan tayangan televisi yang kurang tepat disaksikan, terutama kalangan anak-anak. Kadang sesuatu yang tidak pantas dinikmati anak-anak begitu bebasnya ditayangkan. Tayangan tersebut tidak membedakan usia penontonya, meskipun ada peringatan ”Tayangan ini untuk 17 tahun ke atas” namun tetap saja itu adalah tayangan yang bebas untuk ditonton.

Akhir-akhir ini stasiun televisi begitu marak menayangkan program yang tidak masuk akal, yang begitu jauh dari daya nalar manusia. Misalnya saja, sebuah tayangan film, tokoh berubah menjadi makhluk aneh yang mengalahkan setan, kemudian tayangan yang menampilkan adegan mesra, ada lagi tayangan yang menyulap anak-anak menjadi orang dewasa, bahkan seusia anak SD memerankan peran orang yang sedang jatuh cinta.

Dari tayangan tersebut, pernahkah kita berfikir akan dampak yang diakibatkan? Masih ingatkan dengan kasus “Smack Down (Gulat Bebas)” . Berapa anak yang telah menjadi korban ? Seorang anak meniru adegan tersebut, membanting temannya hingga patah tulang bahkan ada yang meninggal.

Itu baru satu dampak tayangan saja, bagaimana dengan tayangan lain? Misalnya tayangan sinetron. Tayangan sinetron selama ini yang menampilkan adegan yang kurang edukatif bagi perkembangan jiwa anak. Disadari atau tidak bahwa sinetron tersebut secara tidak langsung meracuni jiwa anak-anak. Ini dibuktikan dari prilaku anak-anak yang meniru pola tingkah laku, dan meniru gaya bicara dari pemainnya. Misalnya, anak-anak seusia SD kelas tiga sudah bisa berkata tentang cinta, atau berkata yang kurang sopan, seperti “gua, lo, brow” bahkan umpatan “bangsat” dan lain sebagainya sering terujar dari bibir anak-anak.

Tayangan yang paling sering adalah tayangan infotaiment yang setiap jam hadir di layar kaca. Tayangan ini mengulas sekitar dunia selebriti atau artis. Mulai dari masalah karier, pribadi dan sosial selebritis diungkap tuntas, tidak jarang masalah kawin cerai itu sudah biasa menjadi tayangan favorit infotaiment. Tentunya tayangan tersebut akan memberikan dampak yang kurang baik bagi anak-anak kita. Namun bukan berarti tayangan tadi tidak mendidik, ada unsur pendidikannya tetapi seusia anak (ABG) tentunya pola pikir mereka berbeda. Permasalahan ini muncul akibat kurangnya kemampuan anak-anak dalam menyingkapi acara tersebut untuk memilih mana yang positif dan negatif.

Karena begitu menariknya - program tersebut, secara psikologis dampak yang ditimbulkan bagi anak misalnya, anak menjadi malas belajar, sering membangkang perintah orang tua, sering melamun, berperilaku yang aneh, sering mengantuk pada saat belajar sehingga berdampak menurunnya prestasi belajar anak .

Secara fisik akan berdampak pada menurunnya kesehatan anak, terutama mata. Kesehatan mata tidak bagus lagi karena kelebihan menonton televisi.

Anak-anak bagaikan sebuah kertas putih yang masih belum terisi, kalau seandainya mereka dengan bebas menyaksikan tayangan-tayangan tersebut tanpa adanya kontrol dari orang tua bagaimana dengan nasib bangsa kita. Karena sejak dasar mereka telah teracuni dengan hal-hal yang di luar logika. Mereka akan menjadi manusia pemimpi yang penuh dengan hayalan-hayalan.

Sebagai orang tua yang telah lebih dahulu paham akan dampak tayangan-tayangan tersebut hendaknya bersikap tegas pada anak-anak. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan membatasi waktu menonton televisi jangan sampai sebagian besar waktu anak-anak hanya menonton televisi saja. Mendampingi anak pada saat menonton sehingga kita dapat mengontrol program televisi, jangan sampai mereka memilih program televisi yang tidak edukatif, disamping itu juga dengan mendapingi anak menonton kita bisa menjelaskan tentang tayangan yang kurang dipahami anak. Dan Mengatur jadwal belajar dengan menonton televisi.

Cara tersebut d iatas tidak akan efektif jika tidak dimulai dari peran orang tua sebagai contoh. Jangan sampai orang tua memberi contoh yang kurang baik misalnya, memilih tayangan yang tidak edukatif ikut ditonton anak-anak. Tapi kenyataannya sering ditemukan kalau orang tua malah mendominasi dalam hal menonton. Jangan heran kalau ibu-ibu rumah tangga sebagian besar senang menggosip, karena mereka dari subuh hingga petang disuguhi tontonan gosip. Tidak jarang ayah, ibu dan anak berebut “ remote control”. Bahkan ada orang tua yang melengkapi kamar tidur anaknya dengan televisi, sehingga anak yang menonton tidak bisa terkontrol. Bagaimana kalau anak tidak bisa memfilter tayangan tersebut, bukankah itu masalah besar?

Begitu besar dampak dari program televisi tersebut. Seharusnya hal ini bukanlah menjadi tanggung jawab orang tua semata tetapi semua pihak. Produser dan stasiun televisi tidak hanya mencari keuntungan semata tetapi bagaimana membentuk moral generasi muda sejak dini.

Sedangkan pemerintah melalui badan perfilman nasional , aktivis pengamat perfilman dan para pemuka agama tidak menutup mata akan hal ini. Semestinya mereka melihat akan bahaya yang sedang mengancam nasib bangsa melalui tayangan televisi yang tidak produktif .

Meskipun tayangan tersebut semua bersifat hiburan semata. Namun berdampak besar bagi perkembangan prilaku anak-anak. Jangan sampai anak-anak menjadi korban lagi tayangan yang tidak bersifat edukatif tersebut.

Mari bersama mencerdaskan anak bangsa!

Penulis

Made Edy juniawan